Kamis, 27 September 2012

Biografi Dr. LGE Kalshoven


 
Oleh : Anggry Solihin

 
Salah satu buku teks yang membahas secara lengkap jenis-jenis hama tanaman di Indonesia adalah buku The Pest of Crops in Indonesia. Buku ini merupakan karya seorang ahli entomologi belanda yakni Louis George Edmund Kalshoven yang pernah tinggal di Indonesia. Versi asli buku ini yang diterbitkan pada tahun 1950 menggunakan bahasa belanda dengan judul De Plagen van de Cultuurgewassen In Indonesiƫ. Pada tahun 1981 oleh Dr. Van der Laan buku tersebut diterjemahkan kedalam bahasa inggris1. Walaupun diterbitkan pada tahun 1950, buku ini masih relevan untuk dipelajari dan masih menjadi salah satu rujukan penting bagi para peneliti/mahasiswa di Indonesia. Siapakah sebenarnya L.G.E Kalshoven dan bagaimana kiprahnya sebagai ahli entomologi Indonesia, akan coba dibahas dalam biografi singkat ini.

 Sejarah singkat        
Louis George Edmund Kalshoven dilahirkan di Amsterdam pada 11 Oktober 18922. Beliau memperoleh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Waginingen Belanda. Kalshoven Mulai bekerja sebagai pegawai Dinas Kehutanan Hindia Belanda pada tahun 1915 dan pertama kali ditempatkan di Salatiga3. Pada tahun 1923, Kalshoven diangkat sebagai pengajar pada stasiun penelitian Bogor di bagian hama dan penyakit tumbuhan (cikal bakal jurusan HPT IPB)3. Tahun 1930, Kalshoven memperoleh gelar Doktor dari Universitas Wageningen dengan Disertasi yang berjudul Pemahaman Bionomi rayap kayu jati jawa calotermes tactonae Dammerman dan aplikasinya dalam pengendalian4. Setelah invasi Jepang ke Hindia Belanda, Dr. Kalshoven kembali ke negara asalanya belanda untuk memulihkan kesehatannya. Namun, pada tahun 1948 Dr. Kalshoven kembali lagi ke Indonesia dan menjadi dosen tetap di departemen entomologi dan fitapatologi IPB hingga tahun 19555. Dr. Kalshoven wafat di Belanda pada 15 Maret 1970. 

Kalshoven sebagai Peneliti yang Tekun dan selalu bekerja keras
Dr. Kalshoven adalah salah satu contoh ilmuwan yang mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk ilmu pengetahuan. Sejak menjadi staf peneliti Dinas kehutanan Hindia Belanda, Dr. Kalshoven terus mencurahkan perhatiannya pada serangga  tanaman perkebunan dan kehutanan.  Walaupun minat utamanya adalah meneliti rayap, Dr. Kalshoven juga melakukan penelitian pada serangga lain yang relevan dengan tanaman perkebunan dan kehutanan. Hal ini dapat diketahui dengan membaca tulisan-tulisan Dr. Kalshoven pada jurnal entomologi belanda. Beberapa tulisan beliau yang dapat ditemukan adalah tulisan tentang biologi kumbang aechoporid Casmara kalshoveni dan biologi kumbang Scolytoidea Indonesia.
Ketekunan Dr. Kalshoven sebagai seorang peneliti dapat diketahui melalui salah satunya penelitiannya yang komprehensip tentang biologi kumbang Scolytidae Indonesia. Penelitian ini dilakukan selama 24 tahun yang dimulai sejak tahun 1918 ketika Dr. Kalshoven bertugas sebagai peneliti di pusat penelitian kehutanan Bogor dan berakhir ketika invasi tentara jepang ke indonesia pada tahun 19426. Penelitian ini menguraikan secara lengkap jenis-jenis kumbang Scolytoidea (kumbang penggerek batang), kisaran inang dan perilaku hidupannya. Pada penelitian ini, Dr. Kalshoven mengumpulkan koleksi dari berbagai tempat yang dilaporkan terserang kumbang penggerek batang dari seluruh penjuru Indonesia. Daerah ini meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Disamping itu, koleksi spesimen juga diperoleh Dr. Kalshoven dari beberapa kolega sesama ahli entomologi belanda yang bekerja di Indonesia terutama spesimen yang berasal dari Sumatera dan Sulawesi6. Selanjutnya, dari spesimen yang dikumpulkan diteliti biologi dan kisaran inangnya di stasiun penelitian kehutanan di Gedangan, Jawa Tengah.
Dalam melaksanakan penelitiannya, Dr. Kalshoven selalu memegang teguh prinsip ketelitian dan kehati-hatian. Hal ini tercermin dalam proses identifikasi spesimen kumbang Scolytoidea, dimana Dr. Kalshoven selalu berkonsultasi dan meminta supervisi para ahli entomologi dari berbagai negara yang berkompoten. Para ahli entomologi yang terlibat dalam proses identifikasi spesimen diantaranya Prof. K.E Schedl dari Austria. Konsultasi dan korespondensi dengan para ahli entomologi dari luar negeri tetap dilakukan Dr. Kalshoven walaupun terpisah dengan jarak yang jauh dan membutuhkan waktu yang lama. Hal ini dilakukannya agar penamaan yang diberikan akan mudah diterima oleh para ahli entomologi dan mencegah nama tersebut dengan segera tergantikan dengan nama lain karena kesalahan identifikasi atau memiliki identitas yang sama dengan spesies yang telah ditemukan sebelumnya (sinonim)6. Dari sudut pandang penulis, usaha dan kerja yang dilakukan Dr. Kalshoven dalam melaksanakan setiap penelitiannya menggambarkan seorang ilmuwan yang tekun dan selalu bekerja keras. Hal inilah yang menurut pendapat penulis membuat buku The Pest of Crop in Indonesia masih menjadi salah satu referensi yang paling lengkap bagi para mahasiswa/ahli entomologi yang ingin mempelajari jenis-jenis dan biologi hama di Indonesia.

Kalshoven Sebagai Ilmuwan yang Produktif dalam Menulis
Sejak zaman dahulu, para peneliti dan ilmuwan aktif mempublikasikan hasil pemikiran dan penelitiannya melalui jurnal maupun buku. Dengan mempublikasikan hasil karyanya, para ilmuwan saling bertukar informasi dan menyebarluaskan hasil-hasil penelitiannya kepada kolega dan masyarakat umum. Demikian halnya dengan Dr. Kalshoven. Saat bertugas sebagai peneliti di Dinas Kehutanan dan Pusat Penelitian Kehutanan Hindia Belanda di Bogor, Dr. Kalshoven aktif mempublikasikan kegiatan-kegiatannya di Indonesia, baik itu hasil penelitian, catatan mengenai pekerjaannya sebagai peneliti maupun rangkuman dari hasil-hasil penelitian yang dilakukan para peneliti entomologi di Indonesia. Tulisan-tulisan Dr. Kalshoven ketika berada di Indonesia sebagian besar dipublikasikan di Jurnal Entomologi Belanda (Tijdschrift voor entomologie). Berdasakan hasil studi literatur terdapat 29  tulisan yang dipublikasikan Dr. Kalshoven7. Sebagaian besar tulisannya merupakan hasil penelitian yang dilakukan ketika bertugas di Indonesia. 
Disamping aktif mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal ilmiah, Dr. Kalshoven juga menyusun buku De plagen van de cultuurgewassen in IndonesiĆ«. Buku ini berisi informasi-informasi penting dan lengkap mengenai jenis-jenis hama, perilaku dan biologinya. Buku ini memiliki validitas yang tinggi karena sebagian besar merupakan hasil penelitian yang dilakukan ahli-ahli entomologi Belanda maupun Indonesia. Salah satu informasi penting yang dapat dipelajari di buku ini adalah perbedaan morfologi belalang acrididae pada fase soliter, transien dan gregarious1. Informasi ini didokumentasikan dengan baik oleh Dr. Kalshoven sebagai salah satu petunjuk untuk mengenali fase belalang yang menyerang tanaman. Perbedaan morfologi pada berbagai fase kehidupan belalang acrididae ini sangat berkaitan dengan studi yang dilakukan K.W Dammerman tentang  outbreaks belalang Valanga nigricornis di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 19158. Keakuratan informasi dan data yang disajikan Dr. Kalshoven dalam buku The Pest of Crop in Indonesia menjadikan buku ini salah satu referensi entomologi terbaik di Indonesia. Melalui buku tersebut, Dr. Kalshoven dikenal sebagai salah satu tokoh entomologi belanda yang berjasa bagi bidang perlindungan tanaman Indonesia.  

 Kalshoven Sebagai Perintis Perhimpunan Entomologi Indonesia
Perkembangan entomologi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan para ahli entomologi belanda yang berkiprah di Indonesia. Sejak awal abad ke-20 diketahui banyak para ahli entomologi belanda dikirim ke Indonesia (Hindia Belanda) untuk mempelajari serangga di bidang pertanian dan perkebunan. Hal ini dilakukan pemerintah belanda sebagai salah satu usaha meningkatkan ekspor hasil pertanian dan perkebunan Indonesia ke Eropa9. Pada tahun 1929, para ahli entomologi belanda di Indonesia kemudian mendirikan perhimpunan entomologi belanda cabang hindia belanda (Afdeeling Nederlandsch Oost Indie van de Nederlandsche Entomologische Vereniging) yang berpusat di Belanda. Namun, karena pertimbangan lebih banyak anggota yang berada di Indonesia dibandingkan di Belanda, kekhasan fauna tropika serta jauhnya komunikasi antar anggota, atas usul Dr. L.G.E Kalshoven perkumpulan entomologi Belanda cabang Hindia Belanda memisahkan diri dan membentuk perkumpulan independen pada tahun 1934 dengan nama Nederlansch-Indische Entomologische Vereningning (NIEV)10.
Selanjutnya, NIEV menjadi cikal bakal berdirinya perhimpunan entomologi Indonesia (PEI). Poin penting dari momen ini adalah adanya inisiatif dari Dr. Kalshoven untuk mendirikan perkumpulan ahli entomologi (NIEV) yang mandiri di Indonesia. Hal ini menunjukkan visi dan semangat yang kuat Dr. Kalshoven dalam memajukan ilmu pengetahuan khususnya di bidang entomologi di Indonesia. Dengan berdirinya NIEV  yang mandiri di Indonesia, menjadi cikal bakal berdirinya perhimpunan entomologi Indonesia pada tahun 1970 dan meretas jalan berkembangnya pendidikan entomologi di Indonesia.

Kalshoven yang Selalu Menghormati Kolega
                Dr. Walter Karl Johann Roepke merupakan salah satu ahli entomologi yang bekerja di Hindia Belanda sejak tahun 1908. Dr. Roepke merupakan senior dan kolega Dr. Kalshoven ketika ditempatkan di stasiun penelitian Dinas Kehutanan Hindia Belanda, Salatiga. Ketika Dr. Roepke meninggal pada tahun 1961, Dr. Kalshoven berinisiatif membuat biografi singkat Dr. Roepke yang dipublikasikan di jurnal entomologi Belanda (Tijdschrift voor entomologie). Dr. Kalshoven sangat terkesan dengan pribadi Dr. Roepke karena etos kerjanya yang tinggi dan memiliki cita-cita yang visioner dalam bidang entomologi. Dalam tulisannya, Dr. Kalshoven memuji kerja keras Dr. Roepke yang membuat kumpulan tulisan periodik tentang berbagai kelompok serangga tropis yang diterbitkan secara berkala oleh jurnal Teysmannia dan De Tropische Natuur, disamping cita-citanya menulis buku tentang dunia serangga di jawa yang identik dengan buku kehidupan serangga India karya Maxwell Lefroys yang sangat popular pada masa itu10. Sebelum meninggal, Dr. Roepke berpesan kepada koleganya sesama ahli entomologi : jikalau saya mati saya berharap tidak ada lagi pekerjaan yang saya tinggalkan untuk seratus tahun kedepan11. Pesan tersebut sarat makna selalu menginspirasi bagi Dr. Kalshoven untuk terus berkarya dalam bidang entomologi.
    

 
 

DAFTAR PUSTAKA

1.        Kalshoven  LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised And Translated by Van Der Laan PA, University of Amsterdam With The Assistance Of G. H. L. Rothschild, CSIRO, Canberra. P.T. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. 701 hlm.

2.        Anonymous. 2012. Silsilah Keluarga Hoboken. Diunduh dari http://www.vanhoboken.nl/genealogy/getperson.php?personID=16061&tree=tree1

3.        Anonymous. 1950. Cyclopedia of Collectors. Dalam CGGJ Van Stenis (ed). Flora Malaysiana. Ministry of Agriculture Republic of Indonesia. Noordhoff- Kolffnv-Djakarta. Hlm 271.

4.   LGE Kalshoven. 1930. De Biologie van de Djatitermiet (Kalotermes tectonae  
DAMM.) in Verband Met Zijn Bestrijding (Bionomics of Kalotermes tectonae  Damm., as a base for its control). Dissertation. Wageningen University. Amasterdam.

5.        Anonymous. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan IPB Lintas Waktu (tanpa tahun). Jurusan HPT IPB. Bogor. Hlm 261. 

6.         LGE Kalshoven. 1958. Studies on the Biology of Indonesian Scolytoidea ; Data on the Habits of Scolytidae first part. Tijdschrift voor entomologie 101 : 157-180 (1958).

7.         Anonymous. 2007. Kalshoven, Louis George Edmund (1892-1970). Diunduh dari http://www.idref.fr/117970441 pada tanggal 14 Juni 2012.

8.         Adisoemarto S. 2009. Entomologi di Indonesia. Dalam buku Enam Dasawarsa Ilmu dan Ilmuwan di Indonesia. Diunduh dari http://matoa.org/entomologi-di-indonesia/
pada tanggal 6 Juni 2012.

9.        Astuti S. 2011. Sejarah Perlindungan Tanaman Indonesia. Diunduh dari http://sitiastuti.blogspot.com/2011/01/sejarah-perlindungan-tanaman-di.html

10.    Hidayat P. 2004. Sejarah Perjalanan Perhimpunan Entomologi Indonesia. Diunduh dari http://www.pei-pusat.org/profil-pei pada tanggal 9 Mei 2012.

11.    Kalshoven LGE, A Diakonoff. 1961. Obituary Professor Dr. Walter Karl Johann Roepke 1882-1961. Tijdschrift voor entomologie Vol. 104, AFL.6 : 78-82.


UCAPAN TERIMA KASIH :

1. Mr. Gerard Pesch di Departemen Entomologi Wageningen University yang dengan senang hati membantu untuk mencarikan referensi tentang Dr. LGE Kalshoven di perpustakaan Wageningen University.
2. Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian (Bibliotecha Bogor) atas bantuan informasi biodata dan data karya-karya Dr. Kalshoven.
3. Prof. Triwidodo Arwiyanto (Fitopatologi UGM) yang memberi semangat penulis untuk menyelesaikan paper ini



























Kamis, 30 Agustus 2012

Kyoiku Mama

Kyoiku Mama

Di antara banyak faktor yang berperan membuat Jepang menjadi raksasa ekonomi di abad XX adalah etika kerja dari karyawan yang stereotip. Orang-orang yang biasa berbaju biru tua inilah yang merupakan mesin penggerak salah satu sukses ekonomi terbesar dalam sejarah modern. Beginilah bunyi cerita yang telah melegenda, sebelum datang kesaksian dari Tony Dickensheets. Dia adalah seorang pendidik Amerika di Charlottesville, Virginia. 

Peran Ibu Pada tahun 1996 dia berkesempatan beberapa bulan menetap di Jepang. Selama itu, ia berpindah-pindah tinggal di beberapa rumah keluarga karyawan. Berdasar pengamatannya, dia berkesimpulan, unsur kunci dari economic miracle Negeri Sakura ini ternyata telah diabaikan atau paling sedikit telah dianggap enteng, yaitu peran kyoiku mama atau education mama. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Jepang yang luar biasa sejak 1960, bukanlah hasil kebijakan pemerintah melalui pekerja yang bersedia bekerja 16 jam per hari. Sementara para suami bekerja, para istri bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak. Dalam kapasitas sebagai ibu inilah para istri membaktikan hidupnya demi kepastian keturunan mampu memasuki sekolah-sekolah bermutu. Maka di balik karyawan Jepang yang beretika kerja terpuji itu ada perempuan umumnya, kyoiku mama atau education mamakhususnya. Mereka inilah yang merupakan pilar-pilar kukuh yang menyangga para karyawan itu. Merekalah yang membantu perkembangan ekonomi yang luar biasa dari bangsanya sesudah Perang Dunia. 

Kerja dan pengaruh perempuan Jepang dapat dilihat dalam jalannya pendidikan nasional dan stabilitas sosial, yaitu dua hal yang sangat krusial bagi keberhasilan ekonomi suatu bangsa. Jadi, perempuan Jepang ternyata berperan positif dalam membina dan mempertahankan kekukuhan fondasi pendidikan dan sosial yang begitu vital bagi kinerja kebangkitan ekonomi bangsanya. Ketika saya sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan diundang untuk meninjau berbagai lembaga pendidikan dasar, menengah, dan tinggi negeri ini, saya kagum melihat kebersihan ruang laboratorium di sekolah umum dan bengkel praktik di sekolah kejuruan teknik. Semua murid membuka sepatu sebelum memasuki ruangan dan mengantinya dengan sandal jepit yang sudah tersedia di rak dekat pintu, jadi lantai tetap bersih bagai kamar tidur. Ketika saya tanyakan kepada guru yang mengajar di situ bagaimana cara mendisiplinkan murid hingga bisa tertib, dia menjawab, “Yang mulia, saya hamper tidak berbuat apa-apa dalam hal ini. Ibu-ibu merekalah yang telah mengajar anak-anak berbuat begitu.” Saya teringat sebuah kebiasaan di rumah tradisional Jepang, alih-alih menyapu debu di lantai, mereka masuk rumah tanpa bersepatu / bersandal agar debu tidak masuk rumah. Bagi mereka, kebersihan adalah suatu kebajikan. 

 Di toko buku, saya melihat seorang ibu sedang memilih-milih buku untuk anaknya, seorang murid SD. Ketika saya sapa, dia menyadari saya orang asing, dia tegak kaku dengan tersenym malu-malu. Ibunya datang mendekati dan menekan kepala anaknya agar membungkuk berkali-kali, sebagaimana layaknya orang Jepang memberi hormat, sambil mengucapkan sesuatu yang lalu ditiru oleh anaknya. Setelah mengetahui saya seorang menteri pendidikan dan kebudayaan, entah atas bisikan siapa, banyak anak menghampiri saya, antre, memberi hormat dengan cara nyaris merukuk, meminta saya menandatangani buku yang baru mereka beli. Perempuan dan pendidikan Lebih daripada negeri-negeri lain, kelihatannya sistem pendidikan dan kebudayaan Jepang mengandalkan sepenuhnya peran perempuan dalam membesarkan anak. Karena itu dipegang teguh kebijakan ryosai kentro (istri yang baik dan ibu yang arif), yang menetapkan posisi perempuan selaku manajer urusan rumah tangga dan perawat anak-anak bangsa. Sejak dulu filosofi ini merupakan bagian dari mindset Jepang dan menjadi kunci pendidikan dari generasi ke generasi. Pada paruh kedua abad XX, peran kerumahtanggaan perempuan Jepang kian dimantapkan selaku kyoiku mama atau education mama. 

Menurut Tony Dickensheets, hal ini merupakan “a purely Japanese phenomenon.” Yang memantapkan itu adalah kesadaran para ibu Jepang sendiri. Mereka menilai diri sendiri dan, karena itu, dinilai oleh masyarakat berdasar keberhasilan anak-anaknya, baik sebagai warga, pemimpin, maupun pekerja. Banyak perempuan Jepang menganggap anak sebagai ikigai mereka, rasionale sesensial dari hidup mereka. Setelah menempuh sekolah menengah, kebanyakan perempuan Jepang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Jika di Barat ada anggapan perempuan berpendidikan akademis yang melulu tinggal di rumah membesarkan anak sebagai wasting her talents, di Jepang orang percaya, seorang ibu seharusnya berpendidikan baik dan berpengetahuan cukup untuk bisa memenuhi tugasnya sebagai pendidik anak-anaknya. Kalaupun ada ibu yang mencari nafkah, biasanya bekerja part time agar bisa berada di rumah saat anak-anak pulang sekolah. Tidak hanya untuk memberi makan, tetapi lebih-lebih membantu mereka menyelesaikan dan menguasai PR dan atau menemani mengikuti pelajaran privat demi penyempurnaan pendidikannya. Membantu ekonomi bangsa 

 Perempuan Jepang membantu kemajuan ekonomi bangsa dengan dua cara, yaitu melalui proses akademis dan proses sosialisasi. Bagi orang Jepang, aspek sosialisasi pendidikan sama penting dengan aspek akademis, sebab hal itu membiasakan anak-anak menghayati nilai-nilai yang terus membina konformitas sikap dan perilaku yang menjamin stabilitas sosial. Mengingat kyoiku mama mampu membina kehidupan keluarga yang relatif stabil, sekolah tidak perlu berkonsentrasi pada masalah pendisiplinan. Lalu, para guru punya ketenangan dan waktu cukup untuk membelajarkan pengetahuan, keterampilan, kesahajaan, pengorbanan, kerja sama, tradisi, dan lain-lain atribut dari sistem nilai Jepang.

 Menurut Tony Dickensheets, sejak dini para pelajar Jepang menghabiskan lebih banyak waktu untuk kegiatan sekolah dari pada pelajar-pelajar Amerika. Lama rata-rata tahun sekolah anak-anak Jepang adalah 243 hari, sedangkan anak Amerika 178 hari. Selain menambah kira-kira dua bulan dalam setahun untuk sekolah, sebagian besar waktu libur anak-anak Jepang diisi dengan kegiatan bersama teman sekelas dan guru. Bila pekerja / karyawan berdedikasi pada perusahaan, anak-anak berdedikasi pada sekolah. Mengingat tujuan sekolah meliputi persiapan untuk hidup bekerja, anak Jepang bisa disebut pekerja / karyawan yang sedang dalam proses training. 

Walaupun pemerintah yang menetapkan tujuan sistem pendidikan Jepang, keberhasilannya ditentukan oleh orang-orang yang merasa terpanggil untuk menangani pendidikan. Jika bukan guru, sebagian terbesar dari mereka ini, paling sedikit di tingkat pendidikan dasar, adalah perempuan, ibu-ibu Jepang, kyoiku mama. Mereka inilah yang membentuk masa depan Jepang, melalui jasanya dalam pendidikan anak-anak. Maka sungguh menarik saat ditengah gempita perayaan keberhasilan gadis Jepang menjadi Miss Universe 2007 di Meksiko, ada berita ibu-ibu Jepang mencela peristiwa itu sebagai penghargaan terhadap kesekian perempuan belaka, bukan penghormatan terhadap kelembutan dan prestasi keperempuanan Jepang. Celaan itu pasti merupakan cetusan nurani kyoiku mama. Berita ini bisa dianggap kecil karena segera menghilang. Namun di tengah pekatnya kegelapan, sekecil apapun cahaya nurani tetap bermakna besar.

Kompas, 7 Juli 2007
Oleh : Daoed Joesof