Kamis, 25 Juni 2009

Independensi dalam Konstitusi KAMMI.

Perdebatan soal independensi sudah lama terjadi di KAMMI. Namun menjadi
panas kembali, ketika kemarin Sdr Rahmantoha (Ketum KAMMI) dan Fikri
Azis (Sekjend KAMMI) periode 2008-2010 dimakzulkan dengan tuduhan
melanggar konstitusi karena tidak independen. Kehadiran Ketum pada
acara Deklarasi Mega-Pro yang sekaligus di daulat untuk memberikan orasi
tentang neo-liberalisme dalam dunia pendidikan di putuskan oleh MPP
sebagai kesalahan fatal dan karena itulah harus di-impeach.

Terlepas dari adanya "invisible hand" yang telah membajak
Rapimnas (yang seharusnya bisa menjadi forum tabayyun) menjadi MLB
Kuningan, dan bermain dalam proses dialektika organisasi KAMMI ini, saya
mengajak teman-teman untuk berdialektika melakukan obyektifikasi
terhadap independensi dalam konstitusi KAMMI.

Kata "Independen" dalam konstitusi KAMMI tersebut dalam Pasal 5
Anggaran Dasar, tentang Sifat Organisasi yakni "Organisasi ini
bersifat terbuka dan independen". Sementara maksud dari kata terbuka
dan independen tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam AD. Namun didalam
konstitusi KAMMI yang lain yaitu GBHO, pada Bab III terdapat penjabaran
tentang Posisi KAMMI.

Pada pasal itu disebutkan dalam pasal 9 "Generasi muda adalah
generasi yang bersifat idealis dengan cita-cita terhadap bangsanya.
Generasi muda adalah generasi yang selalu kritis terhadap kondisi yang
stagnan (status quo). Maka KAMMI bekerjasama dengan seluruh elemen
gerakan mahasiswa dan gerakan kepemudaan dalam kesamaan prinsip komitmen
kebangsaan yang tulus, bukan karena kepentingan politik pragmatis".
Pasal selanjutnya tentang KAMMI dan Institusi Pendidikan Tinggi, KAMMI
dan Gerakan Islam, KAMMI dan Elemen Masyarakat, KAMMI dan Partai
Politik, KAMMI dan Pemerintahan.

Pasal yang relevan dengan bahasan independensi adalah pasal
14 tentang KAMMI dan Partai Politik, dijelaskan bahwa: "KAMMI
menyadari potensi politik KAMMI sebagai gerakan mahasiswa. Ekspresi
gerakan KAMMI adalah ekspresi moral yang berdimensi politik, dan
ekspresi politik yang berdasar pada prinsip moral dan intelektual.
Sebagai gerakan politik yang berbasis moral, KAMMI tidaklah berpolitik
pragmatis yang berorientasi kekuasaan baik bagi gerakan maupun kadernya.
Tetapi, konsistensi KAMMI terhadap prinsip tersebut tidak akan
menyebabkan KAMMI berjauhan dan antipati dengan Partai Politik yang
bekerja dalam ranah politik praktis. Dalam bingkai independensinya,
KAMMI akan siap bekerja sama dengan mereka yang menurut KAMMI masih
mengedepankan intelektualitas, nurani, dan kepeduliannya pada rakyat
dalam berpolitik.

Dan pada pasal 15, tentang KAMMI dan Pemerintah: KAMMI
meyakini prinsip kekuasaan sebagai amanah (tanggungjawab) dan khadimah
(pelayanan) teradap masyarakat. Maka kekuasaan yang tidak bertanggung
jawab dan tidak melayani adalah kedzaliman, dan itu adalah musuh KAMMI.
Oleh karena itu, KAMMI akan senantiasa memberikan kontrol dan evaluasi
atas mereka yang padanya Allah limpahkan amanah memerintah bangsa ini.
KAMMI akan mendukung (tha'at) setiap upaya perbaikan dan pembangunan
yang dilakukan bagi masyarakat selama tidak bertentangan dengan nurani
pada umumnya masyarakat, prinsip syari'ah Islam, dan logika
intelektual. Tetapi KAMMI akan siap melawan pemerintahan yang dijalankan
secara dzalim, tidak peka dengan realitas masyarakat, melanggar
prinsip-prinsip Ilahiyyah, dan tidak rasional. Keseluruhannya, akan
KAMMI lakukan semaksimal mungkin tetapi senantiasa dengan menghindari
cara-cara yang tidak bermoral, tidak berwawasan etis, dan membawa
madharat lebih lanjut.

Saya bukanlah mufassir konstitusi yang handal, seperti Sdr
Ramlan. Saya juga bukan mahasiswa hukum, yang mendapat mata kuliah
tentang legal drafting, apalagi sering menyusun naskah akademik. Dengan
keterbatasan itu, ijinkan saya menafsirkan secara kontekstual
pasal-pasal di atas pada konteks sekarang.

Semua mengetahui bahwa potensi politik KAMMI sangatlah
besar. Dapat dikatakan saat ini gerakan mahasiswa yang paling mampu
membuat gerakan yang massif di Indonesia salah satunya adalah KAMMI.
Sehingga sangat wajar jika setiap sikap langkah politik KAMMI akan
sangat diperhitungkan. Dan tentu semua mafhum, dalam politik setiap
sikap politik yang diambil pastilah memiliki implikasi. Dan konsekuensi
atasnya pasti ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan.

Sikap konsisten KAMMI tolak neo-lib sejak tahun 2002 setahu
saya tidak datang dari ruang hampa, atau bahkan by order. Sikap tersebut
diambil dari proses diskusi yang panjang dengan referensi intelektual
yang sangat memadai. Terlebih lagi itu didasari dari Prinsip Gerakan
yaitu "Kebatilan adalah musuh abadi KAMMI".

Sejarah mencatat bahwa KAMMI tidak hanya bergumul dalam
wacana saja dalam menghusung isu tolak neolib. KAMMI telah terlibat
aktif dalam gerakan tolak privatisasi BUMN, tolak utang baru, tolak IMF,
CGI, ADB, tolak kenaikan BBM, dll. Karena itu sudah semestinya bila
sampai hari ini KAMMI tetap istiqomah dengan sikap tersebut. Justru
menjadi lucu dan tidak bisa dipertanggungjawabk an kepada publik bila
tiba-tiba KAMMI berhenti menghusung itu.

Kembali soal independensi, memang sampai hari ini belum ada
ketegasan dan kata sepakat 100% tentang maksud independensi. Itulah yang
menyebabkan multi tafsirnya setiap sikap yang diambil KAMMI Pusat.
Contohnya, ketika sikap kita tolak Boediono yang neolib dan kebetulan
sama dengan PKS, dikritiklah KAMMI gak kreatif, mengekor dan ini agenda
pesanan/ order. Ketika PKS kembali dukung SBY-Boediono, dan KAMMI tetap
istiqomah dicurigailah KAMMI dibeli JK-Win. Ketika deklarasi dan orasi
tentang neo-lib dalam pendidikan di Mega-Pro, beralih lagi tuduhan bahwa
KAMMI dibayar Mega-Pro. Mengundang SBY di Muktamar juga diprotes keras,
Prabowo datang dihujat, wacana menghadirkan Megawati juga dikecam,
mengundang petinggi PKS...ah gak independen.

Karena itulah selalu ada multitafsir dan perspektif tentang
independensi. Bagi Ketum, hadir ke acara Mega-Pro adalah bentuk
komunikasi politik, menghadiri undangan, dan didasari kesamaan visi dan
agenda tolak neo-lib. Dan jelas-jelas dalam orasinya Ketum menegaskan
"ini bukan soal dukung mendukung,.. ..bila ternyata Pak Prabowo
ternyata neolib juga maka KAMMI akan menjadi yang terdepan
menolaknya". Sebagai bentuk komunikasi politik dan kewajiban
menghadiri undangan bila diundang JK-Win atau SBY-Boediono dan ada visi,
kesamaan prinsip komitmen kebangsaan dan agenda yang sama semisal
menghusung ekonomi kerakyatan, maka KAMMI juga akan datang. Karena
sesuai GBHO pasal 14 disana dijelaskan secara gamblang bahwa
"....konsistensi KAMMI terhadap prinsip tersebut tidak akan
menyebabkan KAMMI berjauhan dan antipati dengan Partai Politik yang
bekerja dalam ranah politik praktis. (justru) Dalam bingkai
independensinya, KAMMI akan siap bekerja sama dengan mereka yang menurut
KAMMI masih mengedepankan intelektualitas, nurani, dan kepeduliannya
pada rakyat dalam berpolitik".

Jadi dari pasal tersebut, saya menafsirkan tak ada larangan bagi KAMMI
untuk bermuamalah dengan partai politik manapun selama tidak melanggar
prinsip. Dalam kaidah muamalah, setiap hal yang tidak
dilarang/diharamkan maka hukumnya boleh. Jadi, dalam konteks komunikasi
politik menjadi sangat wajar bila KAMMI berkomunikasi dengan semua
capres dan semua partai. Berkomunikasi untuk sharing visi boleh,
mendorong visi bersama juga boleh. Bahkan menurunkan visi menjadi agenda
bersama juga tak dilarang. Asalkan menurut KAMMI itu masih mengedepankan
intelektualitas, nurani, dan kepeduliannya pada rakyat dalam berpolitik.

Tentu semua masih ingat penjelasan Akh Rijal ketika pada kepengurusan
Akh Taufik Amrullah KAMMI bersilaturahim dengan SBY. Bagi saya itu
biasa-biasa saja, namun bagi banyak kader itu tindakan yang salah.
Untung Akh Rijal segera menafsirkan Q.S Thaha 44 tentang perintah Allah
kepada Musa a.s dan Harun untuk menghadap dan berbicara kepada
Fir'aun. Bahwa kita tidaklah sehebat Musa dan SBY tidaklah sejahat
Fir'aun, karena itu bertemu SBY pun saat itu adalah bentuk
komunikasi politik yang wajar karena mengkomunikasikan gagasan
"muslim negarawan". Untuk itulah, bagi saya kondisi itu analog
dengan kehadiran Akh Amang ke Megapro yang sama-sama sevisi tentang
tolak neoliberalisme dalam pendidikan. Dan pun menjadi sama ketika
nantinya misal Akh Rijal datang dan berorasi tentang ekonomi kerakyatan/
ekonomi syariah pada acaranya JK-Win, ataupun SBY-Boediono.

Sebagai harokah amal am tentu KAMMI punya pertanggung- jawaban publik
sendiri. Sangat disayangkan apabila justifikasi tidak independen itu
baru datang setelah PKS kembali ke SBY, dan KAMMI tetap istiqomah dengan
isu tolak neolib. Saya salut dengan Akh Taufik yang serta merta
mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moralnya ketika
"tertangkap basah" menjadi deklarator (tidak sekedar tamu
undangan) tim sukses SBY-Boediono. Saya juga salut pabila langkah ini
di ikuti oleh struktur KAMMI yang lain baik MPP maupun Ketua-Ketua
KAMMDA yang menjadi ketua, aleg, dan staff ahli partai tertentu dengan
sepenuh kesadaran. Itu adalah i'tikad baik untuk membangun tradisi
organisasi yang lebih sehat dan independen.

Mohon maaf, tulisan ini sekedar pembuka. Saya sangat berharap ada
antitesis agar dialektika independensi mendapatkan obyektivikasi. Saya
menerima bila dituduh sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kabinet/
kepengurusan PP KAMMI yang sekarang sehingga perspektif yang saya ajukan
mungkin dituduh sangat apologetik. Tapi saya yakin, kader KAMMI
mengamalkan kredo "Kami adalah orang-orang yang berpikir dan
berkendak merdeka. Tidak ada satu orang pun yang bisa memaksa kami
bertindak. Kami hanya bertindak atas dasar pemahaman, bukan taklid,
serta atas dasar keikhlasan, bukan mencari pujian atau kedudukan... Kami
adalah ilmuwan yang tajam analisisnya, dan pemuda yang kritis...dst. 
Karena itulah, saya meyakini kehadiran teman-teman dalam MLB kemarin
adalah pilihan sadar, berdasarkan pemahaman, pikiran merdeka, tidak atas
dasar paksaan dan tekanan siapapun. Teman-teman hadir dengan surat dan
sikap yang sama yaitu impeachment dan MLB, serta memiliki dasar yang
kuat tentang tuduhan independensi.

Tangan saya sudah terpotong sekarang. Saya tidak punya power and
authority. Saya bukan siapa-siapa lagi, hanya anggota biasa. Namun
inilah manifestasi keimanan yang bisa saya ekspresikan. Bagi yang masih
punya tangan, maka kepalkan tanganmu, bagi yang punya lisan, maka
kemukakan, dan bagi yang tidak berani, maka berteriaklah dengan
nuranimu. Katakan yang haq adalah haq, yang batil adalah bathil.

Wallahu a'lam bi al showab
Dikutip dari tulisan akh Supeno

Selasa, 23 Juni 2009

Celaka, Masyarakat Indonesia Ternyata Tidak Tahu Fungsi Hutan

JAYAPURA, KOMPAS.com — Budaya cinta lingkungan seperti menanam pohon dan membersihkan halaman harus ditanamkan kepada anak sejak usia dini agar dalam perkembangannya tidak menjadi hal yang mudah dilupakan. 

Hal itu dikatakan salah seorang staf pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (Stiper) Jayapura, Yunus Paelo, di Jayapura, Senin (22/6), menanggapi banyaknya kasus pembabatan hutan yang terjadi di Papua.

Ia menjelaskan, perkembangan sosial ekonomi yang saat ini terjadi membuat hutan menjadi terbabat habis sehingga untuk melestarikan kembali alam yang rusak itu perlu ditanamkan budaya menanam untuk generasi penerus sejak dini. 
"Hal ini harus menjadi perhatian serius semua pihak, di sini dituntut peran dan bimbingan dari para orangtua dan guru di sekolah untuk memberikan mereka pemahaman tentang pentingnya fungsi hutan bagi kehidupan," katanya. 

Yunus menambahkan, perubahan iklim global yang terjadi saat ini sudah menjadi suatu bukti konkret sebagai akibat dari rusaknya lahan dan hutan, di mana masyarakat hanya menebang pohon tanpa melakukan penanaman yang baru.

"Kalau sejak usia dini sudah berikan pemahaman dan pengetahuan seperti jika menebang pohon maka harus diimbangi dengan penanaman yang baru, ke depan diharapkan akan terwujud penghijuan," ujarnya. 

Pemerintah sudah seringkali memberikan imbauan dan larangan bagi warga, terutama yang bermukim sekitar hutan dan para perambah hutan liar, agar tidak mengeksploitasi hutan secara berlebihan, tetapi yang menjadi alasan adalah masalah ekonomi. 

"Di sinilah masalahnya, di mana belum ada kesadaran masyarakat Indonesia tentang fungsi hutan itu sendiri," paparnya. 

Ia menuturkan, dirinya memandang perlu adanya permasalahan lingkungan yang dimasukkan mata pelajaran, seperti muatan lokal pada semua tingkat pendidikan. 

"Kalau masalah ini tidak secara berkesinambungan dilaksanakan, maka dikhawatirkan hutan kita akan rusak total," tambahnya.

Elang Jawa dan Tikukur Botol Selangkah Lagi Punah

LEBAK, KOMPAS.com — Populasi elang jawa dan burung tikukur botol di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) kian terancam punah akibat pemburuan juga kerusakan hutan lindung yang dilakukan masyarakat.

"Diperkirakan populasi elang jawa sekitar 19 ekor dan tikukur botol hingga kini belum terdeteksi keberadaannya," kata Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Lebak, Nurli, Kamis (18/6).

Nurli mengatakan, berkurangnya satwa yang dilindungi pemerintah itu karena tanaman yang dijadikan sumber makanan kian menipis, bahkan beberapa titik sudah menghilang akibat adanya penebangan liar tersebut. Selain itu, juga akibat pemburuan yang dilakukan orang yang tidak bertanggung jawab.

Bahkan, populasi burung tikukur botol menghilang dan saat ini belum ditemukan kembali. Sedangkan populasi elang jawa masih berkeliaran di sekitar Cikaniki, Blok Wates, dan Gunung Endut sekitar kawasan hutan lindung TNGHS.

"Saya sendiri hingga kini belum mengetahui bentuk burung tikukur botol itu," ujar Nurli. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan pemantauan dan monitoring untuk menyelamatkan burung yang kategori langka itu supaya tidak terancam punah.

Dia mengatakan, berdasarkan hasil monitoring di lapangan diperkirakan 19 ekor burung elang jawa yang masih berkeliaran di kawasan hutan konservasi TNGHS. Namun, hingga saat ini burung elang jawa sulit berkembang biak karena adanya kerusakan kawasan hutan taman nasional itu.

Untuk mencegah kepunahan elang jawa dan tikukur botol di kawasan hutan Gunung Halimun-Salak, pihaknya berkoordinasi dengan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Sukabumi. Kawasan hutan lindung TNGHS yang meliputi tiga kabupaten, yakni Lebak, Bogor, dan Sukabumi, banyak satwa spesies yang dilindungi pemerintah, misalnya elang jawa, owa abu-abu, dan macan tutul.

Senin, 22 Juni 2009

Memingsankan Udang, Menghasilkan Uang

Persoalan para eksportir udang atau ikan hidup ini sekarang sudah terpecahkan. Institut Pertanian Bogor (IPB) sudah berhasil menciptakan alat yang bisa membuat udang atau ikan segar "pingsan" selama 24-48 jam. Selama masa pingsan ini, udang atau ikan hidup bisa diekspor tanpa menggunakan media air sehingga lebih efisien. Ketika sampai di negara tujuan, udang atau ikan hidup bisa dibuat "siuman" kembali dan udang tetap segar.

Lakukan riset
Sejak 1998, beberapa dosen Fakultas Teknologi Pertanian IPB, meliputi Karnila, Subarkah, Kariyadi, dan Sam Herodian, memulai mengembangkan teknik pemingsanan untuk komoditas udang windu. 

"Kini kami berhasil menciptakan mesin pemingsan udang yang juga bisa digunakan untuk jenis ikan lainnya," kata Sam Herodian yang kini menjabat Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Pada tahun sebelumnya (1998), beberapa kolega Sam di perguruan tinggi yang sama sudah mengembangkan metode pemingsanan udang windu dengan es batu. Namun, tingkat kematian udang terlampau tinggi.

Riset terus dikembangkan dengan menelusuri kondisi pingsan udang. Di antaranya dengan menelusuri kondisi suhu pingsan udang yang bisa mempertahankan kelulusan hidup 100 persen dalam 24 jam.

Hasil uji coba pemingsanan udang windu ditemukan suhu pingsannya 15,5 derajat Celsius. "Tidak ada jalan lain untuk menetapkan suhu pingsan ikan atau udang hanya dengan trial and error," ujarnya. 

Dari riset Sam diketahui suhu pingsan untuk komoditas selain udang, yaitu ikan lele 3 derajat Celsius dan ikan mas koki 6 derajat celsius.

Dipatenkan
Sejak enam tahun lalu mesin pemingsan udang ini sudah didaftarkan patennya. Namun, sampai sekarang belum diperoleh paten tersebut "Mungkin karena kurang komunikasi saja," ujar Sam.

Klaim teknologi pemingsan udang dan ikan yang ingin dipatenkan meliputi mesin pendingin air secara elektronik (water chiller), serta bak pemingsanan, dan aerator untuk menjaga kandungan oksigen di bak pemingsanan.

Selain itu, klaim paten lainnya meliputi pola penurunan suhu dan waktu pemingsanan pada mesin pemingsan dan penggunaan mikrokontroler untuk mengontrol suhu dan waktu pemingsanan secara otomatis.

Pola penurunan suhu dilakukan secara bertahap, 1-8 jam. "Metode pemingsanan terlihat sederhana. Namun, untuk mempertahankan ikan agar tetap hidup sesuai yang diinginkan membutuhkan perlakuan khusus lainnya," ujar Sam.

Perlakuan khusus antara lain mengetahui pasti kapan ikan mulai benar-benar pingsan. Kemudian dalam hitungan tidak lebih dari 10 menit kemudian, ikan atau udang pingsan harus segera diangkat dari air dan ditempatkan pada wadah pengepakan khusus.

Kotak pengepakan disarankan menggunakan gabus untuk mendapatkan bobot ringan dan bahan ini mampu menjaga kestabilan suhu. Penempatannya diperlakukan seminimal mungkin terkena tekanan.

Di sela-sela ikan atau udang pingsan itu juga perlu diberikan serbuk gergaji kayu untuk menahan pergeseran ikan selama perjalanan. Materi selain serbuk gergaji kayu bisa pula digunakan spons lunak. "Ikan pingsan pada prinsipnya tidak membutuhkan oksigen banyak sehingga pengepakan dapat dibuat secara praktis untuk mengurangi volume dan bobotnya," kata Sam.

Setelah pengepakan selesai, ditempatkan pada kotak pengiriman (kotak transport). Kotak ini membutuhkan pengaturan temperatur yang stabil sebesar 17,5 derajat Celsius.

"Kalau suhu kotak transport itu tidak stabil, ikan atau udang pingsan itu akan siuman. Karena dalam kondisi tanpa air, maka ikan atau udang yang siuman itu akan segera mati," kata Sam.

Sampai sekarang, menurut Sam, sebetulnya sudah banyak metode pemingsanan udang dan ikan yang diterapkan banyak kalangan pengusaha. Namun, teknologi pemingsanannya ada yang menggunakan bahan-bahan kimia yang meracuni kualitas air.

Mesin pemingsan udang dan ikan dari IPB ini mengandalkan teknik penurunan suhu hingga pada kondisi suhu pingsan ikan-ikan yang ditargetkan. Teknologi ini tidak merusak lingkungan. Selain itu, dengan memingsankan ikan atau udang, harga yang diperoleh petani tambak semakin menguntungkan. (Sumber: Kompas, 5 Juni 2009 / Humasristek)

BATAN Menghapus Wajah Seram Nuklir

Suatu ketika, Kepala Badan Tenaga Nuldir Nasional (Batan), Dr. Hudi Hastowo, mendapat pertanyaan lumayan pelik dari mitra kerjanya, Prof. Tomihiro Taniguchi: "Saya dengar, wakil presiden Anda tidak setuju dengan pembangunan PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) di Indonesia?"

Mendapat pertanyaan seperti itu, Hudi maklum. Memang sudah menjadi tugas Taniguchi untuk bertanya masalah keamanan nuklir. Taniguchi adalah Deputi Direktur Jenderal dan Kepala Departemen Keamanan dan Keselamatan Nuklir pada International Atomic Energy Agency (IAEA), sebuah organisasi antar pemerintah di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Hudi, sebagai anggota Standing Advisory Group on Nuclear Energy (SAGNE), rutin mengunjungi markas besar IAEA di Vienna, Austria. Setidaknya setahun sekali Hudi bertemu dengan pejabat IAEA. SAGNE adalah panitia tetap yang bertugas memberikan masukan kepada Direktur Jenderal IAEA tentang perkembangan teknologi PLTN di dunia.

Nah, pada kunjungan Hudi, awal April lalu, ia mendapat pertanyaan tersebut. "Saya jawab, Bapak jangan salah sangka. Beliau mengatakan itu bukan sebagai seorang wakil presiden, melainkan sebagai salah satu kandidat presiden untuk pemilu mendatang," kata Hudi. Perkembangan nuklir di Indonesia, Hudi melanjutkan, memang menjadi perhatian dunia.

Niat membangun PLTN di Tanah Air memang sering kembang-kempis. Ketika dilanda krisis energi, nuklir mulai ditimbang-timbang sebagai jalan keluar. Namun, ketika masa kampanye tiba, kata "nuklir" seakan menjadi barang haram. Tak pelak lagi, wajah nuklir memang masih terlihat seram. Yang terbayang tentang nuklir, kalau tidak bom atom Hiroshima atau bocornya reaktor nuklir Chernobyl, adalah munculnya beragam monster mutant akibat limbah nuklir dalam film fiksi ilmiah.

Padahal, beragam kejadian alam sehari-hari banyak yang melibatkan proses nuklir. "Misalnya saja, sinar mata-hari yang menghangatkan bumi sebenarnya proses radiasi nuklir dengan pancaran berbagai senyawa partikel atom," kata Hudi. Hanya saja, berkat atmosfer yang menyelubungi bumi, sinar ultraviolet tak sampai merusak kulit.

Asas manfaat yang besar itulah yang menjadi pedoman Batan dalam menghasilkan beragam produk yang dapat langsung dipakai masyarakat. Prinsip yang dianut Batan adalah meningkatkan dan memanfaatkan energi nuklir dengan mengurangi sisi negatifnya. Dan, fokus utama pengembangan teknologi nuklir Batan terkait dengan masalah pangan, energi, kesehatan, industri, dan sebagainya.

Dari situ, ada tiga pilar utama yang menjadi prioritas, yaitu pangan, energi, dan air. Kegiatan Batan diarahkan ke sana. Intinya, dalam istilah Hudi, pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir bagi kemaslahatan umat.

Di bidang pangan, misalnya, jangan heran jika nasi yang disantap setiap hari berasal beras yang dihasilkan dari proses radiasi nuklir. Batan telah mengembangkan dan mengolah tanaman pangan dengan teknik radiasi nuklir sejak berwujud bibit hingga berbuah. Itu termasuk masalah pupuk, perkembangan tanaman, dan upaya agar cepat berbuah. Singkat kata, dengan teknologi iptek nuklir, pertumbuhan pangan bisa dipercepat.

Salah satu varietas unggul itu adalah padi Mira-1, yang banyak diminati petani. Mira-1 mampu menghasilkan panen rata-rata 9-11 ton per hektare, dengan produksi gabah kering giling mencapai 6-7 ton per hektare. Karena itu, masyarakat tidak perlu takut, karena metode iptek nuklir sangat higienis, tidak berbahaya, dan berkualitas tinggi.

Di bidang kedokteran, Batan juga menghasilkan banyak kemajuan. Salah satunya, untuk menghadapi penyakit kanker, pasien tak sebatas menjalani operasi atau kemoterapi, melainkan juga harus mendapat pengobatan radiokemoterapi. Metode ini diperlukan untuk membersihkan jaringan sel kanker yang mungkin masih tertinggal pasca pembedahan. "Kalau dioperasi, sel kanker yang hilang mencapai 95%. Agar 5% sisanya dapat diberantas, digunakanlah metode kemoterapi yang digabung dengan radiasi tadi," tutur Hudi. 

Contoh lainnya adalah penyakit gondok. Batan telah menerapkan terapi gondok dengan metode radiasi nuklir (lihat: Dari Mira Hingga Rendang Enam Bulari). Tubuh pasien disuntik dengan unsur radiasi agar bisa melacak jejak-jejak gondok.

Tak hanya itu. Teknologi nuklir, dengan pengolahan yang tepat, bahkan dapat mendeteksi kondisi janin di perut ibu. "Ada serangkaian tes hormon yang dapat dilakukan di luar tubuh, sehingga dapat diketahui janin yang ada sehat atau tidak," kata Hudi.

Semua terapi nuklir itu dikerjakan dengan mutu standar yang terukur dan telah mengalami serangkaian tahap uji coba serta memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan. Karena itu, Batan tak sembarangan melakukan penelitian dan memproduksi peralatan. Produk Batan juga harus mudah dan bermanfaat bagi masyarakat dan dunia usaha serta memiliki nilai jual di pasar.

Untuk urusan keselamatan, Batan tidak main-main. Sebelum dilempar ke masyarakat, produk Batan harus melewati rangkaian uji coba keamanan dan kesehatan. Untuk itu, setidaknya ada dua lembaga yang terkait langsung, yakni Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan) dan Bapeten (Badan Pengawas Teknologi Nuklir).

Berbagai produk Batan itu harus lulus berbagai ketentuan yang ditetapkan Badan POM dan Bapeten. "Jadi, Batan tidak langsung memberi produknya untuk dipakai masyarakat, tetapi harus melalui tes yang dilakukan para dokter di bidang nuklir dan lolos berbagai uji serta peraturan dua lembaga itu," ujar Hudi.

"Inspektur Bapeten terus melakukan pengawasan kepada para pemegang izin pengolahan nuklir di seluruh Indonesia, termasuk Batan," kata Kepala Bapeten, Dr. As Natio Lasman, kepada wartawan gatra Lufti Avianto.
Menurut As Natio, peralatan yang ada di Batan telah disertifikasi dan selalu dicek standardisasinya agar sesuai dengan persyaratan teknis yang telah ditentukan. "Itu termasuk para pekerja. Mereka harus punya surat izin bekerja sebagai petugas proteksi radiasi dari Bapeten," kata As Natio.

As Natio juga mengatakan, bila sudah beredar di masyarakat, maka produk tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab Badan POM yang berkoordinasi dengan instansi terkait. Namun, menurut As Natio, tidak semua produk yang diradiasi bisa mudah dilepas ke pasaran. Ini memerlukan standar internasional, memenuhi sejumlah ketentuan dan syarat. "Jadi, tidak membahayakan, baik bagi pekerja, konsumen, maupun lingkungan hidup," ujar As Natio.

Kewenangan Bapeten adalah memastikan bahwa proses itu berjalan sesuai dengan kondisi yang ditentukan. Contohnya, cairan radioaktif yang dimasukkan ke tubuh untuk keperluan terapi atau diagnosis harus memiliki izin dari Departemen Kesehatan. "Tapi proses pembuatannya harus tetap melalui Bapeten," kata As Natio.

Sejauh ini, menurut As Natio, berbagai produk dan peralatan Batan tak ada yang bermasalah. "Yang saya sayangkan justru masih ada sikap pembodohan dan antinuklir," As Natio menambahkan. Soalnya, walaupun penerapan teknologi nuklir untuk kesehatan dan industri dapat diterima dengan baik, "Kalau bicara PLTN, nanti dulu. Itu kan aneh," tutur As Natio.

Apa boleh buat, Batan memang masih berjuang agar PLTN dapat diterima secara utuh di masyarakat. Berbagai produk nuklir itu memang menjadi andalan Batan untuk menunjukkan teknologi nuklir, yang akan sangat berguna bagi kemanusiaan bila dikelola dengan cermat. "Banyak hal yang bisa kita kerjakan dengan nuklir," kata Hudi.

Untuk itu, Hudi memohon kerja sama dengan semua pihak yang terkait. Namun, sayang, untuk saat ini, para elite politik negeri ini sedang sibuk dengan kepentingan politik masing-masing. Bahkan, untuk sementara, sejumlah politikus yang awalnya mendukung program nuklir berbalik arah 180 derajat.

Toh, itu tidak menjadi masalah bagi Batan. "Yang jelas, hingga saat ini belum ada perintah kepada saya untuk menghentikan pembangunan PLTN," ujar Hudi. Untuk itu, di samping terus menelurkan berbagai produk inovatif, Batan juga berbenah diri menyiapkan PLTN.

"Kami sudah siap dan terus menyiapkan sumber daya manusia yang ada," kata Hudi. Apalagi, tahun depan Batan bakal mendapat tamu istimewa. Sejumlah petinggi IAEA akan berkunjung ke Indonesia. "Mereka akan mengadakan peninjauan dan sertifikasi terhadap pelaksanaan nuklir di Indonesia," tutur Hudi.

Penerapan teknologi nuklir untuk kemanusiaan, menurut Hudi, tak terelakkan lagi jika tidak ingin ketinggalan. "Semua ini arahnya adalah menciptakan inovasi," kata Hudi. Saat ini, perekonomian nasional tak bisa hanya mengandalkan sumber daya alam. "Juga harus ada nilai tambah dari produksinya. Salah satunya, dengan tambahan teknologi iptek nuklir. Intinya, bagaimana mendapatkan hasil yang maksimal," Hudi menegaskan. ( Majalah Gatra, 12 Juni 2009 / humasristek )

SOS, Bosscha

Nun jauh di kaki Gunung Tangkuban Perahu, bangunan itu berdiri kukuh. Arsitekturnya berbentuk kubah putih mirip sosok robot Artoo Detoo (R2 D2) dalam film sains legendaris Star Wars. Itulah Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, 15 kilometer di utara Bandung.

Berdiri di atas tanah seluas 6 hektare dan berada pada ketinggian 1.310 meter di atas permukaan laut, Observatoriun Bosscha dibangun oleh Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda pada 1923-1928. Stasiun pengamat bintang itu berada di atas tanah bekas perkebunan teh Malabar milik Karel Alfred Rudolf Bosscha. Bosscha pulalah donatur utama pembangunan peneropong bintang tersebut. Sebagai penghargaan atas jasanya, nama Bosscha pun diabadikan sebagai nama observatorium.

Sebagai homebase bagi penelitian astronomi, Bosscha memiliki delapan teropong terpasang. Teropong yang menjadi kebanggaan Bosscha adalah teleskop refraktor ganda Zeiss. Teleskop ini memiliki dua lensa dengan diameter 60 sentimeter. Observatorium ini juga memiliki teleskop Schmidt Bima Sakti yang bergaris tengah 70 sentimeter, untuk mempelajari struktur galaksi Bima Sakti, asteroid, dan supernova. Lalu ada teropong refraktor Bambergh yang dilengkapi fotoelektrik-fotometer, berfungsi mendapatkan skala terang bintang dari intensitas cahaya listrik yang ditimbulkan lewat lensa bergaris tengah 37 sentimeter. Untuk pengamatan hilal, para astronom Bosscha memakai teleskop refraktor Unitron.

Memasuki usianya yang ke-81, pada 2009 ini Bosscha ikut berpesta merayakan Tahun Astronomi Internasional. Agenda ini ditetapkan pada Januari lalu oleh para astronom dunia yang tergabung dalam International Astronomical Union di Paris untuk mengenang empat ratus tahun astronomi modern, yang ditandai ketika ilmuwan Italia Galileo Galilei melakukan observasi ke angkasa dengan teleskop untuk pertama kalinya pada 1609.

Di tengah gemerlap acara akbar itu, nasib Bosscha justru di ujung tanduk. la terancam kehilangan fungsi sebagai stasiun peneropong bintang gara-gara polusi cahaya dan debu yang menyiram langit Lembang setiap hari, selama bertahun-tahun, dan kian parah akhir-akhir ini. Cahaya yang menyorot ke atas membuat langit tak lagi hitam pekat, kondisi yang sangat dibutuhkan untuk pengamatan bintang. Semburan asap knalpot kendaraan, cerobong pabrik, dan debu jalan yang membentuk kabut tipis kehitaman, membuat pandangan teleskop terhalang. "Ini sudah berlangsung tiga puluh tahun, dan terus memburuk," kata Taufiq Hidayat, Direktur Bosscha.

Mohammad Irfan, peneliti Bosscha yang saban malam mengamati pergerakan bintang ganda sejak lima belas tahun silam, paham benar apa dampak pencemaran cahaya bagi proyek penelitiannya. Penelitian Irfan merupakan warisan para pendahulunya: catatan dua ribuan bintang ganda di langit selatan. "Banyak penelitian yang tak bisa diteruskan lagi karena bintangnya sudah tak bisa diamati," kata sarjana astronomi Institut Teknologi Bandung itu.

Irfan membandingkan kondisi pengamatan di masa sekarang dan di era para pendahulunya yang sudah bertugas di observatorium itu sebelum 1970-an. "Dulu satu lensa bisa dipadati seribuan bintang, tapi sekarang cuma lima puluhan," katanya. Tingkat magnitude (skala penampakan) bintangnya pun sudah berkurang karena tersaingi cahaya dari daratan dan terhalang debu yang melayang di langit. Jadi, jangan berharap bakal ada penemuan bintang baru dari Bosscha.

Cepatnya pertumbuhan penduduk dan meluasnya kawasan permukiman juga membuat Lembang yang dulu merupakan daerah senyap di kaki gunung menjadi kota satelit Bandung yang sesak. Padahal dulu, di era 1970, hampir tak ada bangunan di sekitar pagar Bosscha hingga Jalan Raya Setiabudi-Lembang, kecuali kampung Bosscha, yang menempel dengan rumah para pegawai observatorium. Memasuki 1980-an, kawasan Bosscha mulai dikepung permukiman. Di kiri-kanan Jalan Peneropongan Bintang, sepanjang satu kilometer yang menghubungkan Bosscha dengan jalan raya, yang awalnya cuma kebun dan pepohonan, kini dipadati perumahan warga dan vila. Polusi cahaya dan debu pun tambah menjadi-jadi.

Nasib Bosscha kian terancam seandainya rencana PT Bintang Mentari Perkasa membangun kawasan wisata terpadu yang berbatasan langsung dengan observatorium itu disetujui pemerintah Kabupaten Bandung Barat. Perusahaan itu, menurut Taufiq Hidayat, akan membangun cottage, real estate, dan hotel dengan kapasitas 125 kamar. Kawasan wisata yang direncanakan bernama Puri Lembang Mas berdiri di atas dua blok lahan di Desa Lembang dan Gudang Kahuripan seluas masing-masing 30 dan 34 hektare. Merujuk peta pada dokumen analisis dampak lingkungan, lahan ini membentang dari Jalan Raya Lembang, menyusuri Jalan Peneropongan Bintang, hingga pintu masuk observatorium.

Sadar akan ancaman itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman pun mengkritik kelanjutan proyek taman wisata yang sudah memasuki tahap pembuatan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). "Proses analisis akan kami cegat," kata mantan Rektor ITB itu, saat berkunjung ke Bandung tiga pekan lalu. la mengatakan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Departemen Pendidikan Nasional sepakat menolak rencana pembangunan tersebut.

Daripada repot-repot melanjutkan proses amdal dan pada akhirnya bakal dijegal, Kusmayanto menyarankan Bupati Bandung Barat, Abu Bakar, menghentikan rencana pembangunan itu. Lima tahun lalu, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan juga pernah menyurati Bupati Bandung sebelum Bandung Barat dibentuk agar tak mengizinkan pembangunan di radius dua kilometer dari Bosscha.

Meski para menteri bakal menjegal rencana pembangunan kawasan wisata, Bupati Abu Bakar tetap memberikan lampu hijau kepada pengembang. "Kalau pengembang bisa meyakinkan mereka mampu mengendalikan gangguan cahaya dan debu, kenapa izin tidak keluar?" katanya.

Menurut Abu Bakar, walau amdal kelak disetujui, masih banyak proses perizinan yang harus dilalui pengembang. "Karena pembangunan di kawasan Bandung Utara diatur oleh Provinsi Jawa Barat, untuk melindungi Bosscha.

Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung Barat, Anugrah, mengatakan tidak ada peraturan daerah provinsi yang melarang pembangunan proyek di sekitar Bosscha. "Yang ada pembatasan dan tata kelola cahaya," katanya. Tapi dia tidak menjelaskan bagaimana mobil yang masuk kawasan wisata itu tak akan mengepulkan asap dari knalpot dan debu jalanan yang akan mengganggu pengamatan bintang. Pemimpin Bintang Mentari Perkasa, Bambang W, pun menolak menjelaskan proyeknya.

Anugrah berkilah amdal merupakan warisan pemerintahan induk, yaitu Kabupaten Bandung. Rencana ini sebenarnya telah diusulkan pada 2004, tapi berhenti karena ditentang keras oleh Rektor ITB (waktu itu) Kusmayanto Kadiman, serta Menteri Kebudayaan dan Pariwisata I Gde Ardika, pada akhir pemerintahan Megawati Soekarnoputri. Setelah Bandung Barat dibentuk pada 2007 dan pada pertengahan 2008 ditunjuk pejabat bupati, rencana kawasan wisata itu kembali muncul dan diproses.

Jauh sebelum rencana pembangunan kawasan wisata terpadu, Kepala Observatorium Bosscha periode 1968-1999, Bambang Hidayat, pernah menjegal rencana Pertamina membangun Hotel Patra Jasa pada 1976. Hotel itu rencananya akan dibangun 400 meter dari kawasan Bosscha, tapi batal setelah Bambang memberikan masukan kepada Presiden Soeharto. Toh, di kemudian hari, Bambang dan para penerusnya tak kuasa membendung pembangunan yang dilakukan penduduk dan pengembang swasta.

Kekhawatiran Bambang bahwa Bosscha akan terancam polusi cahaya dan debu pernah ia sampaikan lewat surat kepada koleganya sesama kepala observatorium di berbagai negara. Balasan dari "curhat" Bambang berisi imbauan kepada pemerintah Indonesia untuk membuat aturan khusus yang melindungi Bosscha, dan membatasi pembangunan di sekitarnya. Pemerintah merespons dengan memasukkan Bosscha sebagai cagar budaya pada 1992. Tapi pembangunan permukiman di sekitarnya tak bisa dihentikan.

Bila ancaman itu dibiarkan, bukan tidak mungkin Bosscha hanya menjadi museum astronomi. Bagi Kusmayanto, lenyapnya Bosscha dari peta perbintangan dunia bagaikan hilangnya azimat astronomi nasional. "Bosscha merupakan satu-satunya observatorium terbesar di Asia Tenggara yang melahirkan peneliti bereputasi internasional," katanya.

Bosscha adalah pionir pengamatan bintang di wilayah selatan khatulistiwa, yang di seluruh dunia cuma ada empat buah.Tiga lainnya ada di Afrika Selatan, Cile, dan Australia. Taufiq Hidayat bercerita, Thailand sedang membangun observatorium yang akan menyaingi Bosscha. Observatorium Negeri Gajah Putih itu dilengkapi teropong bergaris tengah empat meter. "Harga teropongnya saja sekitar Rp 100 miliar,"katanya.

Karena itu, katanya, Bosscha merupakan aset nasional yang harus dijaga fungsinya agar menghasilkan penelitian yang bermutu. Salah satu bagian terpenting yang mesti dirawat adalah teleskop. Perangkat utama penelitian astronomi ini harus dijauhkan dari cahaya dan debu dari daratan. "Kalau obyeknya sulit dijangkau, say goodbye saja," kata Mohammad Irfan.

Dicari, Tempat Sepi dan Kering
Serbuan polusi udara dan debu membuat Lembang tak lagi ideal untuk meneropong bintang. Kondisi ini sudah berlangsung sejak tiga dasawarsa silam, ketika wilayah permukiman kian mendekat pagar kompleks Observatorium Bosscha, dan jaringan listrik menerangi seluruh pelosok desa. Direktur Bosscha, Taufiq Hidayat, mengatakan bahwa Indonesia perlu memiliki observatorium baru khusus untuk penelitian. "Tapi keberadaan Bosscha di Lembang harus tetap dipertahankan”, katanya.

Sebagai cagar budaya yang ditetapkan pemerintah pada 1992, Bosscha memang tidak boleh diusik apa lagi dipindahkan. Observatorium yang sudah berusia 81 tahun ini memiliki nilai sejarah penting bagi Indonesia, khususnya di bidang perbintangan. Menurut Taufiq, Bosscha tetap diperlukan sebagai tempat pembinaan sumber daya manusia, para calon astronom, dan pendidikan bagi masyarakat. "Karena tempat ini mudah dikunjungi," kata dosen astronomi Institut Teknologi Bandung itu.

Wacana tentang perlunya membangun observatorium baru telah dimulai pada pertengahan dekade lalu. Taufiq mengatakan sudah ada tim yang mengkaji wilayah mana saja yang ideal untuk dijadikan markas peneropongan benda langit itu.

Salah satu calon lokasi observasi baru, menurut Taufiq, adalah Nusa Tenggara Timur. Kawasan ini paling ideal karena curah hujan dan kelembapannya rendah, serta minim tutupan awan. Menurut Taufiq, jika dibangun kelak, observatorium itu berada 120 kilometer di luar Kupang.

Selain Nusa Tenggara Timur, daerah yang sempat diincar untuk dijadikan tempat peneropongan adalah kawasan sekitar garis khatulistiwa, seperti Sumatera Barat dan Riau. Tapi dua daerah itu kerap tertutup awan, sehingga urung dipilih. Tim pengkaji juga sempat menunjuk dataran tinggi di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara, tapi tingkat kelembapan akan merepotkan peneropong karena bisa mengurangi gemerlap bintang. Partikel air dalam udara yang lembap juga memantulkan cahaya ke teropong.

Bambang Hidayat, Kepala Observatorium Bosscha periode 1968-1999, mengatakan perlu riset panjang sebelum membangun sebuah observatorium. la mencontohkan sejumlah observatorium di berbagai belahan dunia yang dibangun setelah dilakukan survei lokasi selama lima hingga enam tahun. "Bahkan survei pembangunan Kitt Peak National Observatory di Hawaii, dan International Facilities di Cile, memakan waktu sepuluh tahun," kata mantan Wakil Presiden International Astronomical Union ini.

Menurut Bambang, yang tak kalah penting sebagai bahan pertimbangan pemilihan sebuah lokasi observatorium adalah turbulensi alami. Turbulensi adalah pertukaran aliran panas dan dingin yang terjadi saat perubahan siang ke malam. Turbulensi membuat bintang yang diamati tampak bergetar. Lembang selama ini dinilai ideal buat tempat sebuah observatorium karena turbulensi alami hanya seperempat jam. Di sejumlah observatorium lain, turbulensi berlangsung lebih dari satu jam.

Toh, semua survei tak akan ada artinya bila tidak ada aturan yang melindungi fungsi observatorium. Taufik Hidayat mengatakan, untuk mengamankan fungsi itu. kawasan observatorium harus bersih dari permukiman dalam radius 50 kilometer. "Makanya banyak observatorium yang letaknya di taman nasional, yang di dalamnya hampir tidak ada kegiatan manusia," katanya. Selain itu, harus dibatasi pula kunjungan umum ke observatorium, sehingga penelitian dapat berlangsung dengan tenang.

Tenggelam dalam Terang
Bagi para pengamat bintang, cahaya selain dari obyek langit adalah musuh. Cahaya yang menghambur dari daratan akan dipantulkan oleh partikel debu yang menggelayut di langit dan membuat astronom tak dapat melakukan penelitian. Bintang yang seharusnya tampak jelas menjadi berkedip atau hilang sama sekali. Di Bosscha, kondisi ini mengakibatkan sejumlah penelitian yang sudah dilakukan sejak observatorium itu dirikan, delapan dekade silam, tak dapat diteruskan. Bintang-bintang yang dicatat, hilang dari pengamatan. Bila cahaya dan polusi debu terus berlanjut, Bosscha terancam menjadi "museum" astronomi. (Majalah Tempo, 15 Juni 2009 / humasristek)

Jumat, 19 Juni 2009

Hibah Luar Negeri Yang Tidak Jelas

AUDIT KEUANGAN
Hibah Rp 3,93 Triliun Tak Jelas 
Kamis, 18 Juni 2009 | 03:37 WIB 

Jakarta, Kompas - Meski sudah merdeka 63 tahun, Indonesia belum memiliki standar baku pencatatan hibah dari luar negeri. Akibatnya, sepanjang 2008 saja, aliran hibah ke 15 kementerian dan lembaga nondepartemen senilai Rp 3,93 triliun tidak dipertanggungjawabk an dalam mekanisme APBN.

Padahal, seharusnya semua hibah tercatat di Bendahara Umum Negara atau Menteri Keuangan. ”Namun, yang terjadi, pencatatan hibah secara sporadis di kementerian dan lembaga masing-masing sehingga tidak jelas kondisinya,” ujar Auditor Utama Keuangan Negara II, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Syafri Adnan Baharuddin di Jakarta, Rabu (17/6).

BPK menyebutkan, kementerian dan lembaga nondepartemen yang belum mempertanggungjawab kan hibah dalam mekanisme APBN antara lain Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Rp 54,9 miliar, Badan Pusat Statistik 151,5 juta dollar AS dan Rp 234,69 juta, serta Departemen Dalam Negeri Rp 8,7 miliar.

Selain itu, Departemen Kelautan dan Perikanan 201.406 dollar Australia plus 23.500 dollar AS, Departemen Kesehatan Rp 691,78 miliar, Departemen Pendidikan Nasional 155 juta dollar Australia plus 17.000 dollar AS, dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2,9 juta dollar AS.

Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Hekinus Manao mengatakan, standardisasi pencatatan hibah menjadi pekerjaan pemerintah yang belum tuntas. Untuk memperbaikinya, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan tentang sistem informasi keuangan hibah.

Peraturan tersebut mewajibkan semua departemen penerima hibah menghitung sendiri nilai hibah yang diterima.

Hal itu diperlukan karena hibah tidak hanya diberikan dalam bentuk uang tunai, tetapi juga ada yang berupa jasa atau barang, antara lain jasa konsultasi atau pendidikan dan latihan tenaga kerja Indonesia.
”Hibah dalam bentuk jasa maupun barang bisa dicari harga pasarnya sehingga diketahui nilainya. Mulai 2009, semua departemen wajib mengukur dan melaporkan hibah yang mereka terima ke Departemen Keuangan,” ujar Hekinus. (OIN)
 
dari:
http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2009/06/18/ 0337366/. hibah.rp. 393.triliun. .tak.jelas....