Senin, 22 Juni 2009

Memingsankan Udang, Menghasilkan Uang

Persoalan para eksportir udang atau ikan hidup ini sekarang sudah terpecahkan. Institut Pertanian Bogor (IPB) sudah berhasil menciptakan alat yang bisa membuat udang atau ikan segar "pingsan" selama 24-48 jam. Selama masa pingsan ini, udang atau ikan hidup bisa diekspor tanpa menggunakan media air sehingga lebih efisien. Ketika sampai di negara tujuan, udang atau ikan hidup bisa dibuat "siuman" kembali dan udang tetap segar.

Lakukan riset
Sejak 1998, beberapa dosen Fakultas Teknologi Pertanian IPB, meliputi Karnila, Subarkah, Kariyadi, dan Sam Herodian, memulai mengembangkan teknik pemingsanan untuk komoditas udang windu. 

"Kini kami berhasil menciptakan mesin pemingsan udang yang juga bisa digunakan untuk jenis ikan lainnya," kata Sam Herodian yang kini menjabat Dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Pada tahun sebelumnya (1998), beberapa kolega Sam di perguruan tinggi yang sama sudah mengembangkan metode pemingsanan udang windu dengan es batu. Namun, tingkat kematian udang terlampau tinggi.

Riset terus dikembangkan dengan menelusuri kondisi pingsan udang. Di antaranya dengan menelusuri kondisi suhu pingsan udang yang bisa mempertahankan kelulusan hidup 100 persen dalam 24 jam.

Hasil uji coba pemingsanan udang windu ditemukan suhu pingsannya 15,5 derajat Celsius. "Tidak ada jalan lain untuk menetapkan suhu pingsan ikan atau udang hanya dengan trial and error," ujarnya. 

Dari riset Sam diketahui suhu pingsan untuk komoditas selain udang, yaitu ikan lele 3 derajat Celsius dan ikan mas koki 6 derajat celsius.

Dipatenkan
Sejak enam tahun lalu mesin pemingsan udang ini sudah didaftarkan patennya. Namun, sampai sekarang belum diperoleh paten tersebut "Mungkin karena kurang komunikasi saja," ujar Sam.

Klaim teknologi pemingsan udang dan ikan yang ingin dipatenkan meliputi mesin pendingin air secara elektronik (water chiller), serta bak pemingsanan, dan aerator untuk menjaga kandungan oksigen di bak pemingsanan.

Selain itu, klaim paten lainnya meliputi pola penurunan suhu dan waktu pemingsanan pada mesin pemingsan dan penggunaan mikrokontroler untuk mengontrol suhu dan waktu pemingsanan secara otomatis.

Pola penurunan suhu dilakukan secara bertahap, 1-8 jam. "Metode pemingsanan terlihat sederhana. Namun, untuk mempertahankan ikan agar tetap hidup sesuai yang diinginkan membutuhkan perlakuan khusus lainnya," ujar Sam.

Perlakuan khusus antara lain mengetahui pasti kapan ikan mulai benar-benar pingsan. Kemudian dalam hitungan tidak lebih dari 10 menit kemudian, ikan atau udang pingsan harus segera diangkat dari air dan ditempatkan pada wadah pengepakan khusus.

Kotak pengepakan disarankan menggunakan gabus untuk mendapatkan bobot ringan dan bahan ini mampu menjaga kestabilan suhu. Penempatannya diperlakukan seminimal mungkin terkena tekanan.

Di sela-sela ikan atau udang pingsan itu juga perlu diberikan serbuk gergaji kayu untuk menahan pergeseran ikan selama perjalanan. Materi selain serbuk gergaji kayu bisa pula digunakan spons lunak. "Ikan pingsan pada prinsipnya tidak membutuhkan oksigen banyak sehingga pengepakan dapat dibuat secara praktis untuk mengurangi volume dan bobotnya," kata Sam.

Setelah pengepakan selesai, ditempatkan pada kotak pengiriman (kotak transport). Kotak ini membutuhkan pengaturan temperatur yang stabil sebesar 17,5 derajat Celsius.

"Kalau suhu kotak transport itu tidak stabil, ikan atau udang pingsan itu akan siuman. Karena dalam kondisi tanpa air, maka ikan atau udang yang siuman itu akan segera mati," kata Sam.

Sampai sekarang, menurut Sam, sebetulnya sudah banyak metode pemingsanan udang dan ikan yang diterapkan banyak kalangan pengusaha. Namun, teknologi pemingsanannya ada yang menggunakan bahan-bahan kimia yang meracuni kualitas air.

Mesin pemingsan udang dan ikan dari IPB ini mengandalkan teknik penurunan suhu hingga pada kondisi suhu pingsan ikan-ikan yang ditargetkan. Teknologi ini tidak merusak lingkungan. Selain itu, dengan memingsankan ikan atau udang, harga yang diperoleh petani tambak semakin menguntungkan. (Sumber: Kompas, 5 Juni 2009 / Humasristek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar